Pernahkah Anda berpikir bagaimana cara para pencipta lagu mendapatkan royalti mereka? Di balik sistem ini, ada beberapa opsi menarik, mulai dari direct license hingga LMK. Mana yang lebih menguntungkan bagi pencipta lagu? Dalam dunia musik, pengelolaan hak cipta menjadi perdebatan yang semakin relevan, khususnya dengan hadirnya alternatif seperti direct license sebagai pilihan selain LMK (Lembaga Manajemen Kolektif).
Namun, bagaimana sebenarnya direct license bekerja, dan apa perbedaan sistem ini dengan LMK serta opsi hybrid yang diterapkan di negara lain? Mari kita bahas lebih lanjut.
Apa Itu Direct License? Manfaat dan Tantangannya
Direct license memungkinkan pencipta lagu memberikan izin langsung kepada penyanyi, venue, atau pihak lain yang ingin menggunakan lagunya, tanpa melalui perantara seperti LMK. Dalam sistem ini, pencipta lagu dan pengguna lagu (misalnya penyanyi atau tempat hiburan) bernegosiasi sendiri terkait royalti.
Keuntungan utama direct license adalah fleksibilitas bagi pencipta lagu. Contohnya, Taylor Swift pernah menarik katalog lagunya dari beberapa layanan streaming dan membuat kesepakatan langsung dengan platform lain. Namun, ada tantangan terkait waktu dan usaha yang diperlukan untuk bernegosiasi langsung dengan berbagai pihak yang ingin menggunakan lagu.
Selain itu, jika penyanyi bukan pencipta lagunya, seperti dalam konser, maka promotor acara atau penyanyi perlu meminta izin langsung kepada pencipta lagu. Ini menambah kompleksitas bagi pihak yang ingin tampilkan lagu ciptaan orang lain.
LMK: Sistem yang Berlaku di Indonesia
Di Indonesia, hak cipta musik dikelola melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). LMK bertindak sebagai perantara antara pencipta lagu dan pengguna lagu (seperti radio, televisi, atau tempat hiburan). Pemilik tempat usaha cukup melakukan pembayaran ke LMK, yang kemudian mendistribusikan royalti kepada pencipta lagu sesuai dengan laporan penggunaan lagu.
Sistem ini menawarkan kemudahan bagi tempat usaha karena mereka hanya perlu berurusan dengan satu lembaga. Namun, meski lebih praktis, transparansi dan distribusi royalti seringkali menjadi sorotan.
PROs di Negara Lain: ASCAP, BMI, dan SESAC
Di Amerika Serikat, pengelolaan hak cipta dilakukan oleh Performing Rights Organizations (PROs) seperti ASCAP, BMI, dan SESAC, yang berfungsi mirip dengan LMK di Indonesia. PROs mengumpulkan royalti dari pengguna musik dan mendistribusikannya kepada pencipta lagu.
Namun, ada juga pencipta lagu yang memilih untuk menarik sebagian hak mereka dari PROs dan mengelolanya secara langsung melalui direct license. Beberapa musisi besar di AS lebih memilih kesepakatan langsung dengan pengguna lagu tertentu, seperti platform digital atau venue yang sering menggunakan karya mereka.
Hybrid System: Gabungan Direct License dan LMK
Beberapa negara telah mengadopsi hybrid system, yang memungkinkan pencipta lagu mengelola sebagian hak mereka secara langsung, sementara sisanya dikelola oleh LMK atau PROs.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat, beberapa komposer memilih menggunakan direct license untuk perjanjian eksklusif, sementara sebagian besar hak mereka tetap dikelola oleh PROs. Hal ini memberikan pencipta lagu kontrol lebih besar atas karya mereka tanpa menghilangkan manfaat dari sistem kolektif.
Namun, untuk pertunjukan langsung (performing rights), umumnya promotor atau venue masih membayar LMK, kecuali ada perjanjian khusus dengan pencipta lagu.
Contoh di Dunia Internasional
Berikut adalah contoh artis yang menggunakan direct license atau pendekatan serupa:
- Taylor Swift – Menarik katalog lagunya dari layanan streaming tertentu dan membuat kesepakatan langsung dengan platform lain.
- Radiohead – Merilis album secara independen dan menjualnya langsung ke penggemar tanpa perantara label atau LMK.
- Jay-Z (Tidal) – Platform musiknya memberikan lisensi langsung kepada artis dan pencipta lagu.
Namun, meskipun banyak pencipta lagu yang mengelola hak mereka secara langsung, hal ini lebih jarang dilakukan oleh penyanyi yang bukan pencipta lagunya, baik di Indonesia maupun internasional, terutama untuk pertunjukan langsung. Sebagian besar penyanyi yang bukan pencipta lagu masih bergantung pada sistem LMK atau perjanjian khusus dengan pencipta lagu untuk dapat membawakan karya orang lain dalam konser atau acara.
Peran Regulasi dan Teknologi dalam Direct License
Regulasi berperan penting untuk menjaga keseimbangan antara pencipta lagu dan pengguna lagu. Pemerintah dapat mengembangkan kerangka hukum yang jelas bagi pencipta lagu yang memilih direct licensing, serta memfasilitasi sistem digital untuk mempermudah proses izin dan pembayaran.
Platform digital juga dapat memainkan peran penting, membantu penyanyi, venue, dan pencipta lagu bertransaksi secara transparan dan efisien.
Kelebihan dan Kekurangan: Pilih Sistem yang Tepat
Direct license menawarkan fleksibilitas lebih besar bagi pencipta lagu, sementara LMK memberikan kemudahan dalam pengelolaan royalti secara kolektif. Hybrid system menggabungkan kedua opsi ini, memungkinkan pencipta lagu untuk mengelola sebagian hak mereka secara langsung, sambil memanfaatkan kelebihan sistem kolektif.
Dengan teknologi yang semakin berkembang, mungkin di masa depan ada solusi lebih optimal bagi pencipta lagu dan pengguna lagu. Bagaimana menurut Anda? Sistem mana yang lebih cocok untuk diterapkan di Indonesia? (Masto Sidharta)
Baca juga:
Performing Rights dan Royalti: Belajar dari Kasus Agnez Mo
Dalam industri musik, performing rights atau hak pertunjukan memastikan pencipta lagu mendapatkan royalti setiap kali karyanya dibawakan di panggung. Kasus Agnez Mo dan pencipta lagu Ari Bias menyoroti permasalahan sistem royalti di Indonesia, yang masih perlu perbaikan agar... >> Lanjut
AI Website Generator